Dari dan Untuk Yang Berulang Tahun
Karakter:
- KAITO (penulisan: Kaito), varian Leo-need, bertempat di SEKAI Sekolah. Terlalu banyak berpikir namun tak pandai mengungkapkannya dengan kata-kata. Pemalu dan mudah salah tingkah. Memiliki rasa empati tinggi dan hati yang lembut. Diam-diam seorang kutu buku. Kemampuan memasak: 60%
- Hatsune Miku (penulisan: Miku, Hatsune-san), varian Vivid BAD Squad, bertempat di SEKAI Jalanan. Selalu terus terang dengan perasaannya dan berharap orang juga bersikap sama. Senang menjahili orang yang memberikan reaksi menggemaskan. Tidak ada yang tahu isi kepalanya saat memasak. Kemampuan memasak: 40%
Disebutkan:
- MEIKO (penulisan: Mbak Meiko), varian Vivid BAD Squad. Pemilik Crase Cafe. Pengajar #1 Miku.
- KAITO (penulisan: Bang Kaito), varian Vivid BAD Squad. Tukang icip-icip makanan. Pengajar #2 Miku.
- Hatsune Miku (penulisan: Miku-san, Miku di SEKAI ini), varian Leo-need. Pemain gitar. Hubungannya dengan KAITO Leo-need cukup abu-abu.
Project SEKAI COLORFUL STAGE! feat. Hatsune Miku (c) SEGA, Craft Egg, Colorful Palette, dan Crypton Future Media
Bekas lomba nih, ges.
---
Kaito hanya bisa menatap ragu adonan yang tengah dituangkan Miku ke dalam cetakan. Teksturnya kelihatan berbeda dari deskripsi di buku yang dibacanya.
Tadi ia sempat panik karena gadis itu memecahkan terlalu banyak telur, bahkan berniat ingin mengikutsertakan kulitnya, pula. Setelah berhasil membujuknya supaya hanya memasukkan bahan-bahan di resep saja, mereka menambahkan tepung dengan berusaha mengimbangi jumlah telur. Tapi saat diperhatikan lagi, sepertinya takaran yang dimasukkan lagi-lagi terlalu banyak.
“Kayaknya nggak gini, deh, waktu Mbak Meiko yang bikin….” Bahkan Miku, yang biasanya tidak punya sense tentang masak-memasak, sampai berkomentar dengan dahi terlipat. Adonannya terlalu kental, lama sekali menunggu cetakannya terisi penuh.
Mendengarnya, Kaito jadi makin merasa bersalah. Padahal Miku kesini untuk meminta bantuannya, tapi ia sendiri tidak bisa mengarahkan dengan benar. Bukan berarti ia ada pengalaman juga, sih. Hanya berbekalkan buku masak yang entah milik siapa, tiba-tiba ditemukan di rak buku salah satu kelas. Cuma, tetap saja. Seharusnya ia bisa membantu dengan lebih baik lagi.
“Yah…, tapi sayang juga kalau dibuang. Kita tetep masak kali, ya.” Miku kembali angkat bicara. Walau senyumannya terkesan tak terlalu yakin, kalimat sang gadis berhasil membuat Kaito kembali menelan bulat-bulat keinginannya untuk meminta maaf.
Anggukan tanpa suara yang menjadi balasan, Miku pun kembali berkutat pada adonan dan cetakan cupcake, akhirnya disendok supaya lebih cepat. Kaito memperhatikan dalam diam hingga loyang dimasukkan ke dalam oven.
“Ini 175°C, kan?” Miku berjongkok, mengutak-atik tombol pengatur. “Karena agak padet, lebihin dikit jadi 30 menit bisa kayaknya. Dan sip, tinggal nunggu.”
Miku menghela napas, duduk bersandarkan laci penyimpanan, persis di samping oven. Kaito juga ikut duduk di sisi satunya, ragu-ragu menatap sang gadis, seolah ada yang ingin disampaikan.
Namun, sunyi tetap bertahan diantara mereka. Miku yang kelihatannya menunggu Kaito bicara jadi merasa agak gemas.
“Kalau mau ngomong, mah, ngomong aja.” Miku terkekeh ketika Kaito tersentak karena omongannya yang tiba-tiba. “Aku nggak gigit, kok.”
Walau sudah dibilang begitu, tetap saja Kaito merasa tak enak. Ia bukan tipikal orang yang biasa memulai percakapan, apalagi menanyakan sesuatu yang akan berujung pada konversasi panjang. Tapi Miku sudah mengizinkannya. Lagipula, rasa penasaran ini memang baiknya dipuaskan dengan cara bertanya.
“Itu….” Kaito akhirnya memulai, memilin ujung baju untuk mengalihkan kegugupan. “Hatsune-san sempat bilang kalau ini semua untuk ulang tahun Hatsune-san bulan depan….”
“M-maaf sebelumnya jika aku terkesan sok tahu, tapi….” Dihinggapi keraguan sejenak, Kaito melirik ke arah lain sebelum melanjutkan.
“B-bukannya orang yang ulang tahun yang biasanya diberi hadiah…? Kenapa Hatsune-san yang menyiapkan hadiah untuk teman-teman Hatsune-san…?”
Entah kenapa, pertanyaan itu membuat senyum sang gadis merekah.
“Gimana, ya? Aku juga nggak yakin kenapa tiba-tiba kepikiran hal ini.” Miku cengengesan, ekspresi main-mainnya perlahan berubah menjadi lembut.
“Tapi aku inget, minggu lalu, waktu bantu-bantu di kafe Mbak Meiko, aku ngeliat semua orang kumpul, ngobrol, bercanda bareng. Dan itu bikin hatiku terasa hangat.”
“Lalu aku sadar, ada banyak hal yang sudah terlewati selama setahun ini.” Tatapannya nampak jauh, seolah Miku tengah membayangkan tiap momen yang telah dilaluinya. “Duet nyanyi Akito-Luka, munculnya area baru di SEKAI, Kaito yang bantuin Touya composing lagu, juga An yang akhirnya bisa ngaku soal ketakutannya ke Kohane. Terus, baru-baru ini, event yang berhasil bikin mereka melampaui RAD Weekend.”
“Masa-masa itu…, waktu aku mengingatnya, aku jadi merasakan banyak hal—ikut senang, bangga, dan pengen jadi lebih baik lagi? Entahlah, sulit diungkapkan dengan kata-kata.”
Helaan napas kembali dikeluarkan, seiring senyuman Miku yang menjadi agak melankolis, “Anak-anak itu telah berjuang keras, teman-temanku di SEKAI juga. Aku pengen menyaksikan mereka semua semakin berkembang, dan terus maju bersama-sama.”
“Dan ini…, sebagai ungkapan terima kasih, mungkin? Karena mereka yang menghadirkan perasaan ini, perasaan buat terus menerjang tiap rintangan yang ada.”
“Plus, mungkin ini juga sebagai caraku mengatakan, ‘Kerja bagus selama ini. Nih, makan dulu.’” Miku tertawa pelan. Mungkin kalimatnya itu tak akan terdengar menghibur, mengingat kemampuan masaknya yang masih dalam tahap mengkhawatirkan.
Kaito menatapnya lamat-lamat. Diam-diam, ia merasa kagum karena sang gadis bisa terpikirkan sampai sejauh itu. Kelihatan jelas bahwa Miku sangat menyayangi mereka, para virtual singers di SEKAI-nya dan anak-anak yang dia bimbing. Siapa nama unitnya waktu itu? Oh, Vivid BAD Squad.
“Nggak usah melihatku begitu.” Miku kembali tertawa. Kaito lagi-lagi tersentak, merasa terpanggil, dan sedikit malu karena sudah memandanginya tanpa berkedip.
“Lagian, aku yakin, Miku yang di SEKAI ini juga bakal berpikiran sama,”
‘Eh, benarkah?’ Kaito jadi berusaha membayangkan. Kalau Miku-san memberikan sesuatu di hari ulang tahunnya, mungkin itu akan berupa sebuah lagu yang diiringi dengan petikan gitar kesayangannya.
Dipikir-pikir, kenapa Hatsune-san memilih untuk memasak, ya? Sebagai seorang virtual singer, tentu musik merupakan hal yang paling dikuasainya. Bukankah akan lebih baik jika memberikan sesuatu yang sudah pasti hasil akhirnya bagus?
Yah, Kaito paham, sih, tidak akan mudah untuk langsung menemukan lagu yang bisa mewakili semua perasaan yang ingin dia utarakan. Namun, jika itu dirinya, sang pemuda lebih memilih untuk memberikan hal yang memang ia sendiri familiar dan yakin dengan hasilnya.
“Ngomong-ngomong, aku udah banyak cerita soal SEKAI Jalanan dari kita pertama kali ketemu, tapi kayaknya kamu baru cerita sedikit soalmu.”
Pernyataan Miku memecah keheningan yang tak sengaja tercipta. Kaito tersadar dari pemikirannya. Belum sempat buka suara, sang gadis lebih dulu bicara.
“Cerita, dong, SEKAI Sekolah ini kayak gimana, sih?” Miku berpangku tangan, menatapnya penasaran. “Aku yakin temen-temenmu bakalan beda dari temen-temenku, sih. Soalnya kamu juga beda banget dibandingin Bang Kaito. Oh, dan gimana anak-anak yang kalian bimbing? Kayaknya kamu pernah bilang kalo mereka unit band?”
“S-satu-satu, Hatsune-san….” Kaito meringis, tidak biasa mendapat pertanyaan beruntun. Setelah jeda sejenak, akhirnya ia mulai menjelaskan. Ini akan jadi sangat panjang.
Mereka menghabiskan sisa waktu menunggu matangnya cupcake dengan mengobrol lebih banyak tentang Kaito dan SEKAI-nya. Miku terus-menerus melontarkan pertanyaan, entah karena berusaha mempertahankan percakapan atau sekedar menikmati ekspresi sang pemuda yang kelihatan lucu ketika salah tingkah dan tergagap.
Hingga akhirnya denting oven berbunyi, menyelamatkan Kaito dari rasa malu akibat terus ditanyai soal Miku dari SEKAI-nya. Bersama-sama, mereka mengeluarkan loyang dari oven dan meletakkannya di atas konter.
Entah kenapa, baunya tidak seperti harum kue, lebih ke gosong?
“Ini….”
Lagi-lagi, mereka tak bisa berkata apa-apa melihat hasil panggangannya. Cupcake-nya memgembang sempurna, tapi warnanya kelewat coklat—mendekati hitam, malah. Ketika Miku iseng mengetuk bagian atas salah satu kue dengan sendok, terasa bahwa teksturnya sudah mengeras. Mungkin akan renyah ketika digigit.
Miku memotong sebagian kue dengan sendok. Mengindahkan uap panas yang masih mengepul, dia masukkan potongan itu ke dalam mulut, tidak memberikan kesempatan pada Kaito untuk mencegahnya.
Walau dengan teriakan tertahan, Miku tetap mengunyahnya dengan susah payah, hingga akhirnya berhasil tertelan.
“B-bagaimana…?” Kaito ragu-ragu bertanya.
“..., pahit, bantet, hambar.”
Dengan dahi terlipat, Miku meletakkan sendok di samping loyang, kelihatan tak selera untuk kembali mencoba.
Sebenarnya Kaito sendiri tidak heran, dari tampilannya saja sudah kelihatan. Sebagian besarnya pasti karena pengaturan oven dan tepung yang kelewat banyak.
“Um, aku ada es krim…, mungkin itu bisa bantu buat netralisir rasanya, sebentar.”
Menoleh ke arah kulkas di belakangnya, Kaito membuka pintu dan mengeluarkan sekotak es krim vanila yang tadi disebutkan. Tak lupa, ia juga mengambil scoop es krim dari laci.
Miku kembali meraih sendoknya, lebih dulu mencomot es krim tanpa peringatan. Matanya kembali berbinar seketika.
“Hm~! Manis!”
Mereka pun memakan satu per satu cupcake itu dengan menambahkan es krim vanilla di atasnya. Lumayan, terasa lebih baik jadinya.
Di tengah-tengah gigitan kue yang ketiga, Kaito kembali teringat pada pertanyaannya yang tadi. Ia menatap cupcake di tangan, lalu beralih pada Miku yang tengah memakan porsinya dengan suasana hati lebih riang.
“H-Hatsune-san, apa boleh aku bertanya…, lagi…?”
“Hm?” Masih dengan mulut penuh kue, Miku menoleh, menatapnya balik dengan penasaran.
“Itu….” Entah kenapa, Kaito jadi gugup ketika dipandang begitu. Menarik napas perlahan, ia mengumpulkan keberanian untuk kembali bicara.
“K-kenapa…, Hatsune-san memilih untuk memberikan kue? Kenapa tidak menyanyikan sesuatu…, atau bermain musik saja untuk mereka…?”
Miku menelan isi mulutnya sebelum balas berbicara. “Maksudmu kenapa aku malah milih sesuatu yang nggak aku kuasai, dibanding dengan yang udah aku kuasai sejak dulu?”
Padahal Kaito sudah sengaja tidak menyebutkannya. Dengan kaku, ia mengangguk.
“Hmm…, nyanyi atau composing lagu emang lebih mudah daripada masak, sih.” Miku menyentuh dagu dengan sendok, berpikir.
“Tapi masak itu perlu effort lebih buatku. Dan mengingat kemampuan masakku, rasanya bakal lebih puas kalau aku bisa ngasih sesuatu yang setidaknya bisa bikin orang bilang, ‘Ini enak!’ dengan yakin, terutama pas hari ulang tahunku.”
“Ngebayangin reaksi mereka aja udah bikin aku seneng. Rasanya kayak…, perjuanganku yang mati-matian, kemungkinan makan kue kayak gini berulang kali, udah terbayarkan.” Miku menyuap kembali sesendok cupcake bercampur es krim, tersenyum ke arah Kaito.
“Makanya aku nggak bakal nyerah!”
Kaito tersentuh untuk yang kesekian kalinya atas perkataan sang gadis. Melihat dia dengan raut yang penuh keyakinan membuat sang pemuda merasa ingin melakukan sesuatu juga.
“Hatsune-san…, apa boleh aku mengikuti jejakmu dan memberikan sebuah cupcake juga untuk ulang tahun Miku-san?”
“Eh?”
Miku kelihatan cukup terkejut melihat Kaito yang tiba-tiba menjadi serius, keraguannya sama sekali sirna. Namun, bukannya merespon dengan sama seriusnya, sang gadis malah tersenyum jahil.
“Nah, kan~ Pasti kamu ada ekhem ekhem sama Miku di sini, kan? Ya, kan?”
Sekejap suasana berubah serius, sekejap pula Kaito kehilangan ketenangannya, dengan wajah yang kembali memerah.
“H-Hatsune-san…, sudah, dong….”
Sang gadis hanya tertawa melihat tatapan Kaito yang sedikit memelas.
“Hehe, iya, iya~ Kamu boleh, kok, ngasih kue juga.” Miku mengedipkan sebelah matanya dengan penuh arti. “Tapi pas berikutnya kamu bantuin bikin, nggak cuma baca buku panduan, oke?”
Hari-hari mereka berikutnya akan diwarnai dengan lebih banyak kekacauan di dapur SEKAI Sekolah. Hingga hari itu tiba, dan keduanya sudah siap dengan hadiah masing-masing.
“Ini kue yang bakal aman dimakan kalian semua!”
“Silakan dinikmati, Miku-san….”
Komentar
Posting Komentar
Silakan kritik dan sarannya~