Pertemuan

Hetalia © Himaruya Hidekaz

Sesuatu di Jogja © Adhitia Sofyan

----

Pukul 8 pagi. Jam sibuk di berbagai daerah. Tak terkecuali di kereta yang tengah Teresa tumpangi saat ini. Ramai sekali, membuat dirinya terpaksa berdiri karena tak mendapat tempat duduk. Semoga saja ia bisa bertahan hingga kereta sampai di stasiun tujuannya.

Dan bersyukurlah, kini kereta memperlambat lajunya. Teresa berusaha melangkah sedikit demi sedikit menuju pintu keluar. Melipir di antara para penumpang, mengucapkan permisi, bergegas minta maaf bila tak sengaja menyenggol bahu orang lain, itu hal yang biasa. Perlahan tapi pasti, pintu keluar sudah mulai terlihat di depan mata.

Timing yang tepat. Kereta telah berhenti sepenuhnya, dan dirinya cepat-cepat keluar begitu pintu dibuka, mengikuti arus kerumunan di hadapannya. Gadis itu menghela napas lega ketika berhasil sampai di tempat yang tak banyak orang, bebas dari kata 'berdesakan'.

Kembali memperbaiki posisi tas punggungnya, Teresa celingak-celinguk mengamati keadaan sekitar. Stasiun Lempuyangan ramai oleh orang yang berlalu-lalang dengan berbagai kesibukan. Kebanyakan didominasi oleh para pekerja kantoran, pengajar, atau mahasiswa—seperti dirinya. Dan setelah diperhatikan lebih seksama, ternyata ada beberapa anak sekolah juga.

Baiklah, sudah cukup melihat-lihatnya. Ia masih harus menempuh perjalanan selama 22 menit untuk sampai di Universitas Gadjah Mada—tempat ia berkuliah. Itu pun bisa jadi lebih lama jika keadaan lalu lintas tidak mendukung.

Kakinya melangkah menuju pintu keluar stasiun. Namun, di tengah-tengah perjalanan, sesuatu menahan pergelangan tangannya, membuat Teresa mau tak mau membalikkan badan.

Betapa terkejutnya ia.

Di hadapannya kini, berdiri seorang pemuda yang nampak familiar, oknum yang membuatnya menghentikan langkah. Ekspresinya pun sama terkejutnya dengan sang gadis. Mereka berdua terpaku sejenak.

"A - akhirnya...." Binar mata hijau itu memancarkan kelegaan yang teramat sangat. "Tere—"

Perkataan sang pemuda terhenti karena suara bising kereta yang baru saja tiba. Mendadak raut wajahnya berubah. Ia kelihatan panik.

***
Hei cantik, coba kau catat
Keretaku tiba pukul empat sore
***

Pemuda itu menoleh ke arah Teresa, lalu ke arah kereta, berulang kali seperti itu. Ia tergagap, kehilangan kata-kata.

"A - ah...." Perlahan, kereta berdecit berhenti. Gerak-geriknya terlihat semakin panik. Maka, dengan perasaan yang bercampur aduk itu, ia menggenggam kedua bahu Teresa.

"T - tolong tunggu aku di stasiun ini, saat pukul 4 sore." Dengan cepat, ia melepas genggamannya.

***
Tak usah kau tanya 
aku ceritakan nanti 
***

Dirinya amat menyadari tatapan mata bertanya-tanya sang lawan bicara, namun tak ada waktu untuk menceritakan semuanya.

"Nanti akan kujelaskan, pokoknya tunggu aku, ya!" Pemuda itu berlari menjauhi Teresa, cepat-cepat masuk ke dalam kereta yang tengah berhenti sejenak. Tepat setelahnya, kereta menutup pintu, dan kembali melanjutkan perjalanan dengan penumpang yang ia bawa.

Teresa masih membeku di tempat, terheran-heran dengan apa yang barusan terjadi. Ia masih tak paham. Dan yang lebih serius lagi, soal pemuda itu.

"Mana mungkin itu dia...." Rasanya mustahil jika pemuda tersebut adalah mantan teman sekelasnya semasa sekolah menengah dulu.

Ah, ia jadi kesal sendiri karena hanya bisa bertanya-tanya.

"Kamu berhutang penjelasan padaku." Teresa mendesis pelan, kemudian berjalan pergi meninggalkan stasiun.

***

Komentar

Postingan Populer