Pelarian

Drap drap drap

"Cari Putri Rillyn!"

"Jangan sampai ia keluar dari wilayah kerajaan!"

Derap langkah kaki sekumpulan orang dewasa terdengar melewati gang kecil tempatku bersembunyi. Aku menurunkan tudung jubah, berusaha menutupi wajahku supaya tidak terlihat oleh mereka, sekaligus menutupi raut ketakutan dan khawatir yang sedari tadi terpasang.

Merasa tak ada lagi yang lewat, aku memutuskan untuk mengintip dari balik kotak kayu tempatku sembunyi. Setelah memastikan bahwa keadaan aman, aku bangkit dari duduk ku. Dengan napas menderu, aku melewati tumpukan kotak kayu di gang kecil ini. 

Selama berjalan melewati rumah penduduk, aku tak pernah menurunkan kewaspadaan barang sedikitpun. Begitu melihat siluet pria dewasa yang membawa senjata atau obor, aku langsung mengambil jalan memutar. Aku tak akan mengambil resiko untuk menghadapi mereka. Salah-salah malah aku yang kena tangkap.

Namun, semakin mendekati perbatasan, semakin banyak orang yang berjaga di sana. Untung saja aku memiliki kelincahan dan kelenturan tubuh di atas manusia normal pada umumnya. Jadi, tanpa merubah wujud pun aku bisa menghindari orang-orang itu.

Ah, maaf atas ketidaksopananku. Aku akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Rillyn Levaron Dracania, putri tertua dari Kerajaan Dracania, seorang siluman naga merah. Tolong panggil aku Rillyn atau Lyn saja, karena gelar kerajaanku tak lagi berguna saat ini.

Singkat cerita, pemberontakan terjadi di kerajaanku. Kebanyakan orang yang memberontak adalah rakyat biasa yang menentang keberadaan para siluman seperti kami, apalagi posisi seorang siluman naga yang menjadi raja mereka.

Ya, Kerajaan Dracania dipimpin oleh ayahku yang merupakan siluman naga emas. Rakyat menentang keputusan ini karena kekuatan ayah sewaktu-waktu bisa tidak terkendali, dan merenggut ribuan nyawa tak bersalah. Hal ini semakin diperkuat dengan desas-desus yang tersebar, bahwa ayah membunuh semua orang yang membangkang padanya. Rakyat yang ketakutan akhirnya menelan bulat-bulat kabar itu, dan ikut memberontak.

Ugh, tentu saja ayah melakukan itu. Mereka yang membangkang adalah para penyihir yang terkenal licik dan kaya akan tipu muslihat. Mereka pasti menyebarkan berita itu kepada rakyat, dan sengaja menggunakan kata-kata ambigu yang mengundang ketidakjelasan. Sehingga, rakyat berpikir bahwa yang salah di sini adalah ayah.

Dan soal kekuatan yang bisa saja melenyapkan ribuan nyawa, itu memang benar. Setiap ribuan tahun sekali, akan ada siluman naga emas yang terlahir dengan kekuatan suci yang diwariskan langsung oleh Sang Dewa. Walau ayah menggunakan kekuatan ini untuk menjaga perdamaian dunia, tetap saja ada kemungkinan dimana ayah akan terhasut oleh sebuah pemikiran jahat, dan menggunakan kekuatan suci ini untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dan itu adalah hal buruk.

Wah, sepertinya aku bercerita panjang sekali, ya. Sampai-sampai aku sudah tiba di daerah perbatasan. Dengan cepat aku mengambil tempat sembunyi di balik pohon besar, dan mengintip sedikit untuk mengamati keadaan.

Ada tiga orang yang berjaga di sana, tetapi tak ada penyihir di antara mereka. Syukurlah, dengan begini aku bisa lebih leluasa mengatur rencana untuk keluar dari kerajaan ini. 

Oh iya, aku lupa menjelaskan kenapa aku kabur ke perbatasan, bukannya membantu keluargaku yang kemungkinan sedang ditawan sekarang. Jawabannya cukup simpel, ayah dan ibuku yang memerintahkannya. Mereka berpikir akan lebih baik kalau anggota organisasi kerajaan yang tersisa keluar dari wilayah kerajaan. Karena kami bisa menyusun rencana dan bekerja sama dengan pihak luar untuk mengambil alih kembali kerajaan ini. Kau tahu? Terkadang kita perlu mundur selangkah untuk maju ribuan langkah. Itu salah satu kalimat kesukaanku.

Baiklah, hal yang perlu kulakukan saat ini adalah pengalihan perhatian. Ketika perhatian para penjaga itu terfokus pada satu titik, aku akan menerobos melalui titik buta mereka. Dan itu akan kulakukan-

Krek

"Hah? Apa itu?"

"Entahlah, coba kita periksa. Mana tahu itu target kita yang mau melarikan diri."

"Heh, kalau begitu, justru pekerjaan kita akan jadi lebih mudah."

Para penjaga itu berjalan menuju tempatku bersembunyi. Bagus, mendekatlah kemari. Walau menginjak ranting tadi adalah sebuah ketidaksengajaan, tapi setidaknya rencanaku untuk membuat mereka lengah sudah berhasil.

Aku merogoh saku celana, dan mendapati ada dua buah bom asap di sana. Aku akan menggunakan ini untuk membuat jarak pandang mereka menjadi lebih pendek, dan aku akan lebih mudah dalam menyelinap.

"Apakah kita tidak terlalu berlebihan? Mungkin itu hanya hewan yang numpang lewat saja."

"Hei, kau tidak boleh pesimis begitu. Kalau misalnya Putri Rillyn tertangkap, kita akan bagi hasil untuk imbalannya juga, kan?"

Aku menggeretakkan gigi penuh amarah. Apalagi yang dilakukan para penyihir itu? Berani-beraninya ia menyamakanku sebagai buronan istana. Justru kalianlah yang seharusnya ditangkap!

"Eh, tetap saja. Seharusnya ada salah satu diantara kita yang berjaga di depan gerbang perbatasan itu, kan? Mana tahu ini hanya pengalihan semata."

Aku menyeringai. "Wah, kau pintar juga." 

Mereka bertiga terpaku di tempat, terkejut karena mendengar suaraku. Langsung saja kulemparkan bom asap pertama. Seketika, kabut asap itu menyelimuti daerah sekitar perbatasan.

"Agh! A - apa-apaan ini?!"

"Ini pasti serangan dari Putri! Tetap waspada!"

"Aduh, sudah kubilang kan kalau ini ide buruk."

Dengan cepat aku melompati pepohonan di sana, dan menerobos kabut asap dari udara. Aku mendarat di belakang salah satu dari ketiga orang itu, dan tanpa basa-basi lagi langsung melumpuhkannya.

"Ugh-!"

"Hah? A - apa itu-? Akh!"

"Ukh-! Da - dasar kau..."

Ketiga orang itu tumbang di tempat, menyisakan diriku di tengah kabut asap yang perlahan menghilang.

Sebenarnya, aku tak tega melakukan hal ini kepada rakyatku sendiri. Tetapi, keadaan yang mendesak membuatku terpaksa melakukannya.

"Maaf," bisikku pelan. Walau begitu, aku harus melanjutkan perjalanan. Semakin lama aku di sini, semakin besar kemungkinan bagiku untuk tertangkap. Bahkan, aku bisa mendengar suara orang-orang yang sedang menuju ke sini.

Aku memasang kembali tudung yang sempat terlepas, dan kubawa kaki ini berlari menuju gerbang perbatasan. Begitu keluar, aku langsung mengikuti jalan setapak yang mengarahkanku ke sebuah hutan yang lebat. Hutan ini memiliki berbagai jenis hewan dan tumbuhan, karena ayah memerintahkan rakyat untuk menjaga hutan ini. Aku berhenti sejenak, dan mengamati pepohonan di sekitarku.

Tiba-tiba, aku mendengar banyak langkah kaki yang mengejarku di belakang sana. Huft, tak ada waktu untuk menikmati pemandangan. Aku kembali berlari, menerobos semak dan melompati akar yang menjalar di sepanjang jalan.

"Akh-!" Sebuah ranting pohon yang tajam menggores kakiku, membuat celana yang kupakai menjadi robek, dan meninggalkan sebuah luka sayat di sana.

Karena luka itu, lariku tak secepat tadi. Kedua kakiku juga mulai sakit karena terus bergerak sejak tadi. Aku harus mengaktifkan kekuatanku untuk meregenerasikan luka di kaki, supaya aku tidak terlalu kesulitan untuk lanjut berlari. Namun, kekuatanku masih tersegel oleh sebuah sihir yang sepertinya ditanamkan saat pertarungan di istana ayahku. Ukh, biasanya sihir semacam ini ada batas waktunya.

Untuk sekarang, sebaiknya aku mencari tempat sembunyi dulu untuk memulihkan energi. Kekuatan regenerasi yang kumiliki hanya bisa memulihkan luka atau memperbaiki anggota tubuh yang rusak, tidak bisa memulihkan energi. Setidaknya, aku harus beristirahat dulu saat ini.

Setelah berlari agak jauh, kutemukan aliran sungai yang mengalir deras. Setelah kuperhatikan lagi, ternyata sungai itu mengarah pada sebuah air terjun yang besar. Ini bisa menjadi jalur pelarian yang bagus. 

Aku menarik napas panjang. Kuambil ancang-ancang, dan menceburkan diri ke dalam sungai itu. Sayup-sayup kudengar suara yang kebingungan karena kehilangan jejakku, namun aku tak peduli. Kubiarkan derasnya aliran sungai membawa tubuhku, dan aku tak melawan sama sekali. 

Aliran sungai itu berakhir, dan aku jatuh bebas dari ketinggian. Melihat tebing tinggi yang mengapit aliran air itu, aku sempat berpikir bahwa diriku tak akan bisa selamat.

Sriiing...

Mataku membulat terkejut. Tiba-tiba, tubuhku mengeluarkan cahaya temaram. Dua buah tanduk mencuat keluar dari kepalaku, dan kekuatanku yang sedari tadi tersegel kini telah dibebaskan. Ah, sihir itu telah hilang, dan aku mendapat kekuatanku kembali!

Segera saja aku mengeluarkan sayapku, dan terbang di atas sungai yang menjadi akhir dari air terjun itu. Karena kekurangan energi, aku tak bisa terbang terlalu lama. Sehingga, aku memutuskan untuk mendarat di pinggir sungai.

Aku menarik napas dan menghembuskannya, berusaha menenangkan diri dari kejadian yang memacu adrenalin tadi. Kuperiksa baju dan jubahku. Karena sayapku keluar, baju dan jubahku ikut robek, terutama di bagian punggung. Merasa tak diperlukan lagi, aku melepas jubahku dan menaruhnya di atas batu dekat dengan tempat dudukku. Aku mencoba mengeringkan ujung bajuku dengan cara memerasnya, sambil berusaha meregenerasikan luka di kakiku.

Ukh, sakitnya baru terasa sekarang.

Saat ini, belum ada yang bisa kulakukan selain melarikan diri dari mereka. Aku juga harus mencari anggota lain dari organisasi kerajaan, dan bersama-sama mendiskusikan langkah yang akan kami ambil selanjutnya. Kami harus membantai para penyihir itu, dan mengembalikan kedamaian dan kepercayaan rakyat.

Itulah tanggung jawab yang kuemban sebagai putri mahkota di kerajaan ini.

Komentar

Postingan Populer